Beranda | Artikel
Belanja Cerdas Ala Muslim
Sabtu, 21 Oktober 2023

Disusun Oleh: Ustadz Muhammad Yassir, Lc

Masih ingat suatu kejadian pada bulan November 2011 ? Ketika itu diadakan penjualan perdana handphone blackberry bold bellagio di salah satu mall di Jakarta. Penjualan yang hanya menyediakan 1.000 unit itu tidak mampu membendung luapan kehendak konsumen yang datang membanjiri. Tak ayal lagi, maka kerusuhan pun terjadi. Desak-desakan sampai dorong-dorongan berjuang untuk mendapatkan Hp tersebut menjadi tontonan. Akhirnya, tak kurang dari 90 korban berjatuhan membutuhkan perawatan medis.

Satu pertanyaan yang ingin kami tanyakan, kira-kira, siapakah para pembeli tersebut, yang rela berdesak-desakan untuk mendapatkan Hp terbaru ? Apakah mereka pembeli yang belum memiliki Hp? Ataukah orang yang sudah punya ?

Semua mengetahui jawabannya. Mereka adalah orang-orang yang sudah memiliki Hp. Jadi, apa tujuan mereka hingga siap mengantri membeli Hp baru tersebut ? Tidak lain hanyalah untuk mengejar mode, bukan untuk memenuhi kebutuhan primer atau sekunder.

Memang tidak ada larangan untuk mendapatkan barang baru dan harta yang bagus. Namun, kalau perjuangan untuk mendapatkannya malah mendatangkan malapetaka, apakah juga perlu diteruskan? Ataukah mencari pilihan lain yang lebih tidak beresiko ?

Semestinya seseorang berpikir cerdas sebelum menentukan barang atau kebutuhan yang hendak dibeli. Menimbang dengan bij ak manfaat dan mudharat yang bakal diperolehnya. Banyak artikel yang ditulis mengenai tips cerdas berbelanja. Semua bertujuan untuk mengajarkan pengaturan keuangan yang lebih smart.

Nah, berikut pemaparan beberapa tips dalam berbelanja. Agak beda dengan saran atau tips yang diberikan para konsultan keuangan keluarga. Karena, pemaparan ini lebih mengajak Pembaca untuk mengingat akhirat dalam aktivitas belanja yang dilakukan.

TIPS PERTAMA Barang yang Dibeli adalah Halal

Soal halal dan haram bukan hanya dalam makanan. Meski urusan makanan halalsangat penting, namun lebih dari itu, halal dan haram juga harus diperhatikan terhadap semua benda. Karena Islam sudah memberikan batasan antara halal dan haramnya suatu barang.

Di antara benda yang diharamkan untuk diperjualbelikan, sebagaimana tersebut dalam sabda Rasûlullâh ﷺ :

 إِنَّ اللَّهَ وَرَسُوْلَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيْرِ وَالأَصْنَامِ

Sesungguhnya Allâh dan Rasul-Nya telah melarang jual-beli khamr (minuman memabukkan), bangkai, babi, dan juga patung. (HR al-Bukhâri dan Muslim).

Jika dicontohkan jual-beli bangkai, mungkin yang terbersit adalah jual-beli ayam tiren (mati kemarin), atau bangkai yang sudah busuk berulat, dan sebagainya ?! Bisa jadi ada yang mengatakan, mana mungkin ada orang mau membeli bangkai seperti ini?

Pernahkah kita membayangkan ada bangkai yang dij ual dengan harga puluhan juta, bahkan ratusan juta rupiah ? Ternyata ada, karena ada bukti nyata. Sepertimisalnya bangkai harimau Sumatera, bangkai singa, bangkai burung cendrawasih, dan lain sebagainya. Bahkan bangkai-bangkai itu sudah diawetkan sedemikian rupa sehingga dij amin tidak akan pernah busuk. Meski demikian seluruh bangkai yang disebutkan tadi, beserta seluruh jenisnya walaupun sudah diawetkan, termasuk dalam larangan Rasûlullâh ﷺ menjual bangkai.

Contoh lain barang yang haram untuk dimanfaatkan, terlebih lagi jika diperjual[1]belikan, adalah alat musik. Dalam sebuah kitab fi qh mazhab Syâfi ’i, dituturkan:

Hukum jual-beli alat-alat musik dan benda sejenisnya yang melalaikan dari mengingat Allâh عزوجل , dapat dibagi menjadi dua.

Pertama. Bila alat musik itu terbuat dari kayu sehingga apabila dihancurkan maka ia tidak bisa dimanfaatkan lagi dalam bentuk lain, maka hukumnya haram diperjual-belikan. Karena, ketika alat tersebut masih utuh tidak diperkenankan untuk dimanfaatkan oleh syariat. Sedangkan apabila dihancurkan maka tidak ada manfaatnya sama sekali. Misalnya seperti: guitar, gendang dan suling.

Kedua. Apabila alat tersebut terbuat dari emas atau perak, sehingga apabila dihancurkan masih ada harganya, maka hukumnya menurut mazhab Syâfi ’i tetap haram untuk diperdagangkan. Karena, bentuk aslinya adalah alat-alat musik yang menjadi lambang permainan orang-orang fasik. (Kifâyatul- Akhyâr, hlm. 235 ).

Contoh barang haram berikutnya, barang hasil bajakan.

Yang banyak terjadi dan orang berpendidikan pun banyak ikut terjerumus ke dalamnya adalah menyangkut soal program komputer hasil bajakan. Semua orang mengetahui bajakan merupakan tindak penipuan serta perampasan hak milik seseorang. Padahal Allâh عزوجل menghalalkan jual-beli jikalau berlandaskan suka-rela (sama[1]sama ridha). Adapun terkait bajakan, tentu saja pihak yang dirugikan dari program bajakan ini tidak akan ridha (rela) bila hasil karyanya dirampas.

Bila ada pihak yang mengatakan, “kita membutuhkan program tersebut, namun tidak mampu membeli yang asli karena terlalu mahal”.

Maka dapat dijawab, “Alhamdulillâh, sekarang banyak program gratis (open source) yang tersebar di dunia nyata maupun dunia maya. Silahkan digunakan, walaupun pada mulanya Anda butuh berjuang belajar dari awal untuk menguasai program aplikasi tersebut, namun nikmatilah perjuangan itu untuk meraih halalan thayyiban”.

Contoh benda lain yangharam diperjual-belikan adalah anjing. Disebutkan dalam Shahîh al-Bukhâri disebutkan, bahwa Sahabat Abu Mas’ûd al-Anshâri رضي الله عنه berkata :

أَنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ ﷺ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغْيِ وَحَلْوَانِ الكَاهِنِ

Sesungguhnya Rasûlullâh ﷺ melarang menerima harga penjualan anjing, bayaran pelacur, dan juga ongkos jasa perdukunan. (HR al-Bukhâri, no. 2122)

TIPS KEDUA Membeli Sesuai Kebutuhan dan Kemampuan.

Kebutuhan seseorang tidak bisa disamakan. Walaupun terkadang kebutuhannya sama, seperti dalam hal pangan atau sembako, namun kuantitas atau kualitasnya tentu bisa berbeda. Setiap orang tentu paham terhadap kebutuhan dirinya sendiri serta seluruh keluarganya, dan pandai membedakan antara kebutuhan dengan ambisi.

Jika semua orang berbelanja sesuai kebutuhan dan kemampuan, maka dapat dipastikan dapat terjadi penghematan besar-besaran. Berbeda halnya bila yang menyetir belanja adalah ambisi, maka tidak akan pernah terucap kata “cukup”.

Sebagai ilustrasi, seseorang bisa berhitung. Berapa jumlah makanan yang sanggup ditampung perut ? Berapa set pakaian yang bisa bertengger di badan dalam satu waktu ? Berapa kendaraan yang kita perlukan ? Berapa handphone yang kita pakai untuk komunikasi ?

Jika ambisi nafsu yang berbicara, tentu bakal lain ceritanya. Bisa dibayangkan ambisi untuk memiliki gadget terbaru, kapan akan berhenti ? Padahal teknologi terus berkembang tiada henti. Sedangkan Rasûlullâh ﷺ sudah mengingatkan perihal ambisi kita yang terkadang sering tidak disadari muncul. Beliau ﷺ bersabda :

لَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُوْنَ لَهُ وَادِيَانِ وَلَنْ يَمْلَأَ فَاهُ إِلَّا التُّرَابُ وَيَتُوْبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ

Seandainya manusia itu sudah memiliki satu lembah penuh berisi emas, maka ia akan berambisi untuk mempunyai dua lembah emas. Sungguh tidak ada yang bisa membungkam keingingan mulut manusia itu kecuali tanah (jika sudah dikubur setelah ajal menjemputnya). Namun, Allâh عزوجل akan senantiasa terus menerima taubat orang yang mau bertaubat. (HR al-Bukhâri, no. 6075).

Setelah melihat tentang kebutuhan, maka saatnya seseorang perlu menimbang kemampuan, baik kemampuan finansial kita maupun kemampuan ketersediaan barang di pasar.

Untuk kemampuan finansial, hendaklah barang yang dibutuhkan untuk dibeli seimbang dengan keuangan pembeli. Bila hal ini tidak diperhatikan dengan seksama, maka yang timbul adalah musibah baru, yaitu jeratan hutang. Apalagi kalau jaring jeratan tersebut dipenuhi duri riba, yang diistilahkan bunga. Jika demikian, maka musibah menjadi berlipat ganda.

Bukan berarti Penulis menghalangi seseorang berhutang. Boleh saja berhutang selama tidak ada unsur riba. Tetapi, semestinya hal itu ditempuh sebagai jalan terakhir dan saat mendesak, bukan untuk bermegah-megah ataupun mengikuti trend dan mode. Selama masih bisa mendapatkan barang secara kontan walaupun bukan barang keluaran anyar, hendaklah dimanfaatkan kesempatan itu sebaik mungkin, bukan justru berpikir dari awal untuk mengajukan kredit ke bank.

Banyak yang terikat dengan kredit di bank maupun lembaga fi nance tertentu, akibat tidak memperhatikan kemampuan dalam berbelanja. Ataupun karena ingin mengambil kesempatan berhutang pada bank, walaupun sebenarnya ia mampu membeli secara kontan.

Mungkin, seseorang tergiur dengan slogan yang menggoda “kalau bisa beli secarakredit, untuk apa cash ?”

Slogan ini, secara harfi ah bukan mengajak orang miskin untuk membeli secara kredit, tetapi mengajak orang berduit untuk tidak usah menggunakan uang kontannya. Sebenarnya, iklan ini bukan memberi kemudahan, tetapi justru mengajak seseorang untuk rela terikat atau dikejar hutang.

Rasûlullâh ﷺ sudah mengingatkan :

نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدِيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ

Jiwa mukmin setelah keluar dari raganya (meninggal dunia) tertahan dikarenakan hutangnya, ia akan bebas jika hutangnya sudah dilunasi. (HR at-Tirmidzi, no. 1078).

Diantara ulama yang menafsirkan makna “tertahan” dalam hadits ini ialah: “Dia merasa tersiksa akibat belum melunasi tanggungannya dengan sesama munusia. Di dalam kubur, walaupun ia mendapat nikmat, namun kebahagiaan yang dirasa tidak bisa sempurna disebabkan hutang itu. Wallâhu a’lam”. (Syarh Syaikh ‘Utsaimin terhadap hadits ini dalam kitabnya, Syarh Riyâdhush Shâlihîn).

Jadi, urusan hutang sebenarnya sangat berat. Kalau bisa, jangan mencari[1]cari masalah terkait dengan hutang, kecuali sangat mendesak. Lebih dari itu, jika seseorang sudahberhadapan dengan bank atau lembaga fi nance apapun, maka tanpa sadar ia telah masuk dalam perangkap riba yang sebenarnya mampu dihindari, namun, ia seakan rela menandatangani akad riba hanya untuk mengejar kebutuhan lux semata. Na’udzu billahi min dzalik.

Adapun kemampuan ketersediaan barang, itu seharusnya sudah lumrah untuk disadari. Tidak mungkin, atau hampir mustahil ada perusahaan yang mampu memproduksi satu jenis barang untuk memenuhi seluruh permintaan. Kalau hal ini bisa disadari, maka tidak akan terjadi kerusuhan atau korban jiwa akibat berdesak[1]desakan untuk mendapatkan barang yang produksinya terbatas. Apalagi sampai menyalahkan panitia, dan melampiaskan kekecewaan dengan tindakan anarkis, seperti fenomena yang tergambar di awal tulisan ini.

Pernahkah kita bertanya, apakah Gelora Bung Karno mampu diisi penonton seluruh Indonesia ? Jika semua kalangan mengetahui jawabannya, mengapa harus ada kerusuhan diakibatkan oleh penonton yang tidak kebagian tiket ? Sungguh ini tindakan yang tidak keluar dari orang yang berakal sehat.

Fenomena ini tidak jauh berbeda dengan salah satu gambaran ambisi manusia di akhir zaman. Rasûlullâh ﷺ berkata :

لَا تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يُحْسُرَ الْفُرَاتُ عَنْ جَبَلٍ مِنْ ذَهَبٍ يَقْتَتِلُ النَّاسُ عَلَيْهِ فَيُقْتَلُ مِنْ كُلِّ مِائَةٍ تِسْعَةٌ وَتِسْعُوْنَ وَيَقُوْلُ كُلُّ رَجُلٍ مِنْهُمْ لَعَلِّيْ أَكُوْنُ أَنَا الَّذِي أَنْجُوْ

Salah satu tanda dekatnya kedatangan Kiamat adalah suatu saat nanti, dari sungai Efrat akan menampakkan segunung emas. Para manusia saling membunuh karenanya. Dari seratus orang tersebut hanya satu yang bisa selamat, selebihnya 99 orang mati terbunuh. Namun, setiap orang yang datang untuk berlomba itu berkata: “Siapa tahu, sayalah satu-satunya yang bisa selamat”. (HR Muslim, no. 2894).

TIPS KETIGA Tidak Boros dan Berlebihan

Tips ini masih erat hubungannya dengan tips sebelumnya. Dalam arti, jika berbelanja sesuai kebutuhan, maka dapat dipastikan tidak akan ada pemborosan. Rasûlullâh ﷺ mengingatkan:

كُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَتَصَدَّقُوْا وَالْبَسُوْا مَالَمْ يُخَالِطهُ إِسْرَافٌ أَوْ مَخِيْلَةٌ

Silahkan kalian makan, minum dan berpakaian. Juga silahkan kalian bersedekah. Selama semuaitu tidak tercampuri sifat boros dan sombong. (HR Ibnu Majah).

TIPS KEEMPAT Siap Untuk Bertanggungjawab

Tips ini merupakan nilai plus bagi seorang muslim, karena erat kaitannya dengan iman kepada yang ghaib. Tanggung jawab yang dimaksudkan bukan diperuntukkan kepada suami atau mertua, namun, di hadapan Allâh عزوجل kelak pada hari Kiamat. Rasûlullâh ﷺ bersabda:

لَاتَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ القِيَامَةِ حَتَّى يُسْئَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَ أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ أَبْلاَ

Pada hari Kiamat nanti, tiada seorangpun bisa beranjak dari tempat berdirinya kecuali setelah ia ditanya : (1) tentang umurnya, dimana dihabiskan, (2) apa yang telah diperbuat dengan ilmunya, (3) tentang hartanya, dari mana ia peroleh dan kemana ia belanjakan, (4) apa yang dikerjakan oleh tubuhnya. (HR at-Tirmidzi, no. 2417).

Demikianlah beberapa tips, kiat berbelanja bagi kaum Muslimin. Dengan kiat ini, semoga dapat menghemat keuangan keluarga, dan selebihnya bisa menambah pahala di sisi Allâhk. Âmin.﴾﴿

EDISI 10/THN XVI/RABI’UL AWWAL 1434H/PEBRUARI 2013M


Artikel asli: https://majalahassunnah.net/fikih/belanja-cerdas-ala-muslim/